Selamat Datang

selamat datang di web saya, web ini merupakan tulisan saya pribadi dan sebagian kutipan dari berita yang ada, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi saya pada khususnya. jazakilah atas saran dan koreksinya.

25 Februari 2012

Memadukan Ilmu dan Amal


Ibnu Bathah  menuturkan sebuah riwayat dari Masruq, dari Abdullah yang berkata, “Sesungguhnya kalian berada pada suatu zaman yang di dalamnya beramal adalah lebih baik daripada berpendapat. Kelak akan datang suatu zaman yang di dalamnya berpendapat lebih baik daripada beramal.” (Ibn Baththah, Al-Ibanah al-Kubra, I/207).
Ath-Thabrani juga meriwayatkan sebuah hadis dari penuturan al-’Ala bin al-Harits, dari Hizam bin Hakim bin Hizam, dari ayahnya, dari Baginda Nabi Muhammad saw. yang bersabda, “Kalian benar-benar berada pada suatu zaman yang di dalamnya banyak sekali fuqaha dan sedikit sekali para ahli pidato…Pada zaman ini amal adalah lebih baik daripada ilmu. Kelak akan datang suatu zaman yang di dalamnya sedikit sekali fuqaha dan banyak para ahli pidato…Pada zaman ini ilmu lebih baik daripada amal.” (Ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Kabir III/236)
Dari kedua hadis di atas setidaknya dapat dipahami bahwa pada zaman yang pertama (yakni generasi Sahabat Nabi saw.) kebanyakan orang memahami Islam secara mendalam. Karena itu, yang dibutuhkan saat itu adalah mengamalkan apa yang telah dipahami. Sebaliknya, pada zaman yang kedua-kemungkinan adalah zaman kita hari ini-saat orang-orang yang memahami Islam secara mendalam sangat sedikit maka banyak orang yang beramal tanpa ilmu. Karena itu, pada zaman kini memahami dan mendalami Islam-yang kemudian diamalkan-tentu lebih penting daripada beramal tanpa didasarkan pada ilmu.
Kesimpulan ini setidaknya sesuai dengan makna riwayat yang diungkapkan oleh Imam Malik saat menuturkan hadis penuturan Yahya bin Said yang berkata bahwa Abdullah bin Mas’ud pernah berkata kepada seseorang, “Sesungguhnya engkau berada pada suatu zaman yang di dalamnya banyak para fuqaha dan sedikit para pembaca al-Quran yang menjaga hukum-hukumnya dan tidak terlalu fokus pada huruf-hurufnya…Kelak akan datang kepada manusia suatu zaman yang di dalamnya sedikit para fuqaha dan banyak para pembaca al-Qurannya yang menjaga huruf-hurufnya tetapi mengabaikan hukum-hukumnya.” (Imam Malik, Al-Muwaththa’, II/44).
Dari hadis ini setidaknya dapat dipahami tiga perkara. Pertama: Ibn Mas’ud tidak bermaksud menyatakan orang-orang yang membaca al-Quran pada zamannya sedikit. Namun, yang beliau maksud bahwa orang-orang yang membaca al-Quran pada zamannya-yang perhatiannya hanya pada bacaan tanpa memperhatikan hukum-hukumnya-amatlah sedikit. Dengan kata lain, pada zaman Sahabat Nabi saw. orang-orang biasa membaca al-Quran sekaligus memahami dan mengamalkan hukum-hukumnya, dan tidak memokuskan perhatiannya pada huruf-hurufnya, karena memang al-Quran adalah bahasa mereka. Sebaliknya, pada zaman kini-zaman yang mungkin diisyaratkan dalam hadis ini oleh Ibn Mas’ud-banyak orang membaca al-Quran hanya fokus pada bacaan (huruf-huruf)-nya saja, tetapi tidak memahami apalagi mengamalkan hukum-hukumnya.
Kedua: Akan datang suatu zaman-yang tentu berbeda dengan zaman Ibn Mas’ud alias zaman Sahabat Nabi saw.-yang di dalamnya sedikit para fuqaha (ahli fikih). Maksudnya, pada zaman itu-boleh jadi zaman kita hari ini-orang-orang yang memahami Islam secara mendalam amatlah sedikit. Kebanyakan mereka adalah yang bisa dan biasa membaca al-Quran tetapi tidak memahami isinya secara mendalam. Tentu hadis ini tidak sedang mencela para pembaca dan penghapal al-Quran. Yang dicela adalah sedikitnya para fuqaha dari kalangan mereka karena tujuan akhir mereka sebatas membaca dan menghapal al-Quran, bukan memahami isinya apalagi mengamalkan dan menerapkan hukum-hukumnya.
Ketiga: Akan datang suatu zaman yang di dalamnya huruf-huruf al-Quran benar-benar dijaga, tetapi hukum-hukumnya ditelantarkan. Maknanya, para pemelihara mushaf al-Quran jumlahnya banyak. Namun, kebanyakan mereka tidak memahami isi al-Quran itu. Tidak pula pada saat itu-yang sesungguhnya telah terjadi pada zaman kini-manusia dipimpin oleh imam atau para penguasa yang menerapkan al-Quran di tengah-tengah mereka. Akibatnya, hukum-hukum al-Quran ditelantarkan. Ini jelas bertentangan dengan zaman Sahabat Nabi saw. saat manusia dipimpin oleh para pemimpin yang berhukum dengan al-Quran dan menerapkan al-Quran kepada mereka (Lihat: Al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa’, I/429).
Alhasil, pesan inti dari hadis di atas sesungguhnya adalah: Pertama, dorongan kepada setiap Muslim untuk membaca dan memahami al-Quran atau mendalami Islam. Kedua, mengamalkan isi al-Quran termasuk berusaha terus mendorong para penguasa untuk menerapkan hukum-hukumnya (syariah Islam) di tengah-tengah masyarakat.
Inilah wujud nyata dari sikap memadukan ilmu dan amal. Sudahkah kita melakukannya? WalLahu a’lam bi ash-shawab. [] abi

Meniti Jalan Mudah ke Surga


‏Dari Abu Darda’ berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Siapa saja yang melalui jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan dengannya jalan ke surga. Sesungguhnya malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayapnya karena ridha dengan orang yang mencari ilmu; dan sesungguhnya benar-benar akan memintakan ampun untuk orang yang alim (berilmu), yaitu siapa saja yang berada di langit dan bumi hingga ikan-ikan di lautan sekalipun. Ketahuilah bahwa kelebihan orang yang alim (berilmu) atas orang yang ahli ibadah seperti kelebihan rembulan atas bintang-bintang yang lainnya. Sesungguhnya, para ulama itu adalah pewaris para nabi yang tidak mewarisi dinar dan tidak pula dirham, dan yang mereka wariskan adalah ilmu. Sehingga siapa saja yang mengambilnya, maka sungguh ia telah mengambil bagiannya dengan sempurna.” (HR. Ahmad).
Imam Ahmad berkata: “Mereka itu adalah para ulil amri sesudahnya. Dan mereka para umara (penguasa) dan ulama.
Sudaraku sekalian:
Sungguh, para penguasa di zaman sekarang ini telah rusak semuanya, tidak seorang pun dari mereka yang menegakkan syariah, serta tidak menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka berpaling dari seruan kebenaran (Islam), dan dari menolongnya, bahkan mereka bersepakat untuk memeranginya dan melawan para pengembannya. Sehingga sudah tidak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari mereka, bahkan yang ada pada mereka hanyalah keburukan, makar (tipu daya) dan pengkhianatan.
Mereka telah mengeluarkan diri mereka sendiri dari sebagai pewaris Muhammad Saw, sehingga sudah tidak ada pewaris Beliau, kecuali kaum Muslim dan para aktivis yang bekerja siang dan malam untuk menegakkan syariah Allah di muka bumi, yang dengan terang-terangan menyatakan berlepas diri dari para penguasa. Mereka memimpin umat menuju aktivitas untuk menegakkan syariah Allah; dan juga para tentara yang mencerminkan pusat kekuatan, yaitu mereka yang dengan kekuatannya melakukan penggulingan terhadap para penguasa, demi menolong Allah dan Rasulullah, menolong agamanya dan umat Islam.
Inilah sebagian dari pewaris Rasulullah Saw yang masih tersisa. Maka, bagi masing-masing pewaris hendaklah mengambil bagian dari peninggalan Rasulullah, kemudian menunaikan hak dan kewajibannya hingga tegak Negara Khilafah, yaitu negara bagi al-Qur’an dan as-Sunnah, yang telah tiba saatnya. Ya Allah jadikan kami di antara para tentaranya dan di antara orang-orang yang terlibat dalam menegakkannya.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 9/2/2012.